Lima tahun lalu, aku hidup merantau jauh dari kedua orang tuaku demi melanjutkan pendidikanku di Kota Purwokerto yang jaraknya bisa ditempuh kurang lebih 1-2 jam saja dari kota asalku.
Saat itu lebih tepatnya selama tiga tahun, entah kenapa menjadi masa-masa hidupku yang menyenangkan dan penuh dengan warna. Merah, Kuning, Hijau, Biru, bahkan Kelabu sekalipun begitu seru untuk kunikmati setiap harinya. Aktifitas kuliah yang padat, pergi bersenang-senang bersama teman atau sahabat, dan menikmati waktu-waktu seperti apa yang kuinginkan selama berada disana dengan berbagai petualangan.
Ya, itu benar.
Hidup jauh dari rumah rupanya telah memberikanku kebebasan tanpa ada kekangan. Bak Singa sirkus yang dilepas bebas ke alam liar, aku begitu asyik menikmati semua kebebasan yang kupunya bersama para kawanannya. Jangankan ingat pulang, untuk menanyai kabar soal keadaan keluargaku di kota sebelah saja aku sering kelupaan. Bahkan tak jarang pula aku akan merasa jengah jika sudah ditanya 'kapan pulang' oleh mereka. Hal itu tentu yang membuatku gemar mencari alasan untuk menunda kepulangan. Begitulah faktanya sampai aku tak menyadari tentang sudah berapa banyak hal yang dialami keluargaku di rumah yang kulewati begitu saja.
Benteng Pendem Cilacap, 2013 lalu |
Hingga akhirnya waktu kepulangan pun tiba. Dua tahun lalu, aku benar-benar pulang ke rumah dikarenakan tanggung jawabku sebagai Mahasiswi sudah selesai di kota itu. Awalnya sih biasa saja, karena aku pikir bakal singgah di rumah cuma sementara sampai aku berhasil mendapat pekerjaan dan memulai petualanganku lagi. Tetapi takdir rupanya belum memihakku selama dua tahun ini. Kenyataanku akhirnya tak pernah sama seperti khayalan yang kuciptakan sendiri. Rumah yang dulu selalu aku abaikan, sekarang menjelma menjadi tempat paling nyaman untukku berdiam diri. Apakah ini karma untukku? Atau emang ada sesuatu hal yang membuatku jadi begitu. Entahlah, mungkin saja.
![]() |
Puncak Sikunir, Agustus 2014 |
Namun satu hal yang aku tahu adalah waktu tak terasa sudah berlalu secepat ini dan sekarang aku mulai mencemaskan semuanya. Sedih, iya. Rindu? Itu pasti. Rasanya diriku ini sudah mulai menunjukan kejenuhannya pada rumah yang kusinggahi. Ya, aku jenuh dengan ke-monoton-an yang kujalani setiap harinya. Hidupku yang sebelumnya berwarna, kini hanya dipenuhi oleh Kelabu dan Hitam saja. Lantas kapan? Kapan lagi aku bisa bertualang? Kapan lagi aku bisa menemukan warna baru untuk kehidupanku?
Jujur, aku merindukan semua itu. Aku rindu ingin merasakan resah yang menggila karena membayangkan betapa riuhnya suasana rumah, betapa nikmatnya masakan yang ibu buat, dan betapa senangnya bermanja pada ayah lagi setiap kali rasa lelah menyerangku diam-diam. Ya, aku benar-benar rindu bertualang dan berharap dalam waktu dekat ini aku diberi kesempatan untuk melakukan petualanganku lagi. Jika itu terjadi, maka takkan kubiarkan diriku terlena hingga membuatku malas untuk pulang karena aku tak ingin kehilangan hal-hal berharga saat aku bertualang nanti.
Itu benar.
Rumah akan jadi satu-satunya tempatku pulang dan mereka (Ayah, Ibu, dan Adikku) akan menjadi satu-satunya alasan untukku pulang dengan penuh kesenangan.
Jujur, aku merindukan semua itu. Aku rindu ingin merasakan resah yang menggila karena membayangkan betapa riuhnya suasana rumah, betapa nikmatnya masakan yang ibu buat, dan betapa senangnya bermanja pada ayah lagi setiap kali rasa lelah menyerangku diam-diam. Ya, aku benar-benar rindu bertualang dan berharap dalam waktu dekat ini aku diberi kesempatan untuk melakukan petualanganku lagi. Jika itu terjadi, maka takkan kubiarkan diriku terlena hingga membuatku malas untuk pulang karena aku tak ingin kehilangan hal-hal berharga saat aku bertualang nanti.
Itu benar.
Rumah akan jadi satu-satunya tempatku pulang dan mereka (Ayah, Ibu, dan Adikku) akan menjadi satu-satunya alasan untukku pulang dengan penuh kesenangan.
Aku ingin bertualang sekali lagi agar aku kembali mengerti betapa berarti dan nyamannya pulang ke rumah.
- Dandelion Gie -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar